Sunday, 27 December 2015

[web novel] BATTLEDORE CLUB : PROLOG

Point 00-00 : Sebuah Prolog

Aku sebenarnya sedikit bingung bagaimana menjelaskan semua ini.

Ini adalah sesuatu yang diluar logika, diluar yang bisa diterima akal manusia namun ini adalah kenyataan.

Ini seperti legenda-legenda yang muncul di cerita-cerita dongeng Pada Zaman Dahulu.

Ini memang tidak seperti kisah bagaimana terbentuknya pulau samosir, mungkin lebih mirip dengan cerita bagaimana cara tersangkutnya bahtera nabi nuh atau luapan mata air zamzam hanya dari tendangan lemah seorang bayi.

Adalah sebuah legenda yang benar-benar terjadi dimasa lalu, namun butuh penelitian yang sangat mendalam atau keyakinan yang sangat tinggi untuk membenarkan legenda itu.

Legenda yang menceritakan asal-muasal sesuatu benda atau kegiatan yang kita lakukan sekarang. Iya persis seperti itu.

Namun legenda ini sedikit berbeda, karena legenda ini hanya bisa dibuktikan oleh orang-orang tertentu saja-yaitu oleh anak kecil.

Ada yang mengatakan kalau hanya anak kecil yang bisa melihat hantu karena itu mereka menangis tanpa sebab yang jelas. Alasan kenapa para anak kecil itu terlihat begitu bahagia ketika mereka saling beradu pedang kayu yang dipungut dijalan. Mungkinkah mereka benar-benar beradu pedang, meski itu hanya ada dalam pikiran dan pandangan mereka.

Legenda yang akan kuceritakan kali ini adalah tentang sepasang peralatan olahraga-apa alat olahraga juga punya legenda? Tentu saja.

Alat yang satunya adalah sebuah gagang panjang sekitar lengan, ujung kepalanya oval. Meski ada senar disitu tapi itu tidak bisa berbunyi merdu seperti gitar pada umumnya. Sementa benda yang satunya lebih kecil seukuran genggam. Kepalanya mulus dan lembut, kemudian dari pangkal leher sampai buntut dirajut oleh bulu-bulu yang indah dan tampak kuat. Sekilas mirip seperti anak angsa tapi tidak berparuh.

[Raket dan Kok]

Sepasang benda tersebut adalah alat yang digunakan dalam permainan olahraga Badminton atau lebih akrab disebut bulutangkis. Tahukah kau badminton memiliki sebutan lain, badminton Pada Zaman Dahulu atau pada mulanya lebih dikenal dengan nama

[Battledore]

Legenda ini dimulai kembali ketika seorang anak sma bermimpi. Maksudnya benar-benar bermimpi dikelas.


“Hore…Hore…”

“INDONESIA!.”

~Prok! Prok! Prok!~

“INDONESIA!”

~Prok! Prok! Prok!~

Suara teriakan dan tepuk tangan menggema dari seluruh penjuru. Kemudian Pak Presiden  datang menghampiri anak itu dengan membawa sesuatu yang berilau seperti emas. Itu adalah piala dan piagam emas hadiah atas kemenangan yang didapatnya.

“Selamat ya cah bagus, kamu memang berbakat. Semoga selanjutnya kamu bisa mengangkat nama Indonesia di kancah internasional.”

“Terimakasih Pak!” ucap bocah tersebut dengan penuh rasa gembira lalu dia berdecak pinggang diatas panggung dan tertawa penuh kemenangan.

“HAHAHAHA! AKU MENANG!! HAHAHA…”

“RADJA!RADJA!” sorak penonton bergemuruh

“Iya, aku adalah raja bulutangkis!”

Ucap bocah itu diringi air yang menetes menyamping dari mulutnya ke meja.

“Radja, lihat pak guru datang. Bangunlah, kau sedang ngelindur.”

Tegur Gempa, teman baiknya yang baru saja dikenalnya seminggu lalu saat Mos.

~usap-usap~

“Mm.. maaf aku ketiduran.” Guman kira dengan setengah sadar ia bangkit dari mimpinya.

Suara dari teman sebangkunya itu akhirnya membangunkan raja dari tidur siangnya . sekarang memang jam terakhir pelajaran. Jam segini memang suasana yang pas untuk tidur siang ditambah angin yang sepoi-sepoi dari fentilasi udara kelas ini. Meski tidak ada ac tapi udara didaerah ini cukup sejuk, meski cuaca sedang terik.

Cuaca yang bagus bukan satu-satunya alasan anak ini tertidur dengan pulasnya dikelas, kalau dilihat wajahnya dengan lebih teliti sebelum ia tertidur. Ia pasti terlihat kelelahan. Entahlah apa yang sudah terjadi, tapi siapa yang tau kalau ia sedang berlajar keras semalam atau menonton bola disudut ruangan sampai larut malam.

“Selamat siang anak-anak!”

“Siang, pak!”

Seorang laki-laki paruh baya masuk kedalam kelas 1-b, dia adalah guru sejarah di sma 1 Sahang. Namun ada yang aneh dari penampilan fisiknya. Selain mukanya yang agak seram tanpa ekspresi itu, pak guru parman tidak memiliki tangan kanan alias buntung. Meski begitu dia tetap mengajar dengan baik.
Melihat banyak siswa yang masih tidur seenaknya, dan masih ada yang belum masuk ke kelas meski bel sudah berbunyi, membuat pak parman hanya bisa menghembuskan nafasnya.

“Tolong bangunkan teman kalian yang masih tidur, dan suruh teman kalian diluar cepat masuk. Pelajaran sejarah akan segera dimulai.”

Semua anak yang tidur sudah dibangunkan dan  anak-anak yang masih dikantin dan sebagainya sudah disuruh masuk.

“Baiklah, semuanya sudah masuk. Pelajaran bisa dimulai?”

“Belum pak, masih ada satu anak lagi.”

 Seorang anak mengangkat tangan dan menunjuk bangku yang masih kosong di pojok samping paling belakang .

“Bocah itu lagi! Sudahlah aku tidak peduli, kita mulai saja pelajarannya.”

“Apa yang dilakukannya, apa dia masih berlatih selama jam istirahat makan, sialan… aku tidak boleh kalah!”

Radja menggerutu dalam hatinya.

~krekkk~

Saat pak Parman ingin meneruskan omongannya yang terdengar memelas itu, tiba-tiba ada bunyi pintu bergeser. Seorang siswa berpakaian kurang rapi langsung nyelonong saja melewati semuanya dan langsung duduk disinggasananya di bangku kosong di paling belakang.

Anak itu terlihat tidak peduli dengan kelas dan seiisinya, tapi dia duduk dengan tenang.

Penampilan siswa ini memang agak berantakan, rambutnya mengkriting, matanya memalas, sementara bajunya sedikit keluar dan dasinya juga tidak dipakai dengan benar.

Bukan posisi dasinya yang miring atau simpul dasinya yang seperti jajar genjang, hanya saja letaknya dan fungsinya yang salah, dasi itu berubah fungsi jadi sarung tangan yang melilit tangannya.  tapi yang lebih aneh dari semuanya dia membawa 2 benda panjang dengan sarung di punggungnya.

Dia memasangnya seperti 2 buah pedang bersilangan yang siap dicabut kapan saja.

“Silahkan mulai pak.”

 Ucap siswa yang baru datang itu dengan tampang polos seolah tanpa dosa.

“Tentu saja.”

Pak Parman mengatakan itu dengan santai meski mukanya terlihat agak kesal. Terlebih lagi ia merasa risih dengan sesuatu yang dibawa Jaka.

“Nak jaka, aku tidak peduli kau mau masuk ke kelas atau tidak, tapi apa yang kau bawa itu.”

“Kau harusnya peduli tentang hal itu.”

Timpal Aki Radja, tapi suaranya ditahan didalam perutnya

“Oh, ini raket pak. Masa bapak tidak tau.”

Semua orang juga tau itu raket, kali ini Radja mengomentari anak aneh itu

“Aku tau, tapi kenapa kau membawa raket padahal tadi tidak ada jam olahraga.”

“Saya tidak bisa meninggalkan  angin dan malam pak.”

“Angin dan malam? Maksudmu kedua benda itu.”

“Ya, pak!”

“Hahh…”

Mendengar jawaban yang tidak jelas, lagi-lagi pak Parman hanya bisa mendengus  pasrah. Sementara semua siswa juga dibuat terheran kecuali Aki Radja yang sudah menjadi kawan lamanya dan satu-satunya.

Aki Radja dan Jaka Seroja adalah teman akrab saat SD namun mereka berbeda sekolah saat SMP.  Jaka tidak mau memanggil Aki Radja dengan nama aslinya, tapi dengan kode name yang dibuatnya yaitu Kira, sebagai gantinya ia meminta Aki Radja memanggilnya dengan sebutan Kaze.

Misalkan Kaze menjawab membawa raket untuk latihan atau semacamnya yang terdengar lebih masuk akal mungkin itu lebih baik. Namun Pak parman yang sudah terkenal dengan manusia super sabar ini tidak marah, malah terkesan tidak peduli, mungkin dia memang manusia super acuh. Setelah beberapa detik tersenyum masam,Pak Parman memandang kearah Jaka dengan tatapan serius.

“Jaka, apa kau tau sejarah permainan bulu tangkis favoritmu itu”.

“Tidak.”

Jaka mengatakannya dengan polos tapi ada rasa penasaran dimatanya.

“Bodoh sekali, padahal dia suka bulu tangkis sama sepertiku, tapi dia tidak tau sama sekali sejarahnya.”

 Gerutu Radja dalam hatinya lagi.

Pak Parman hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu melanjutkan perkataannya.

“Ada banyak kisah dibalik sejarah terciptanya permainan bulu tangkis atau disebut juga badminton tersebut,  Badminton ditemukan paling awal sekitar 2000 tahun lalu di mesir peradaban mesir kuno, kemudian mulai menyebar ke seluruh dunia, namun permainan tersebut mulai terkenal di inggis. Meski begitu masih banyak misteri yang belum terpecahkan, seperti kenapa raket tersebut menggunakan senar dan kenapa di kok terdapat bulu angsa yang menancap. ”
Radja mengangguk-ngangguk mendengar penjelasan tersebut tanda dia sudah tau, tapi Jaka hanya melongo tak berkedip seperti mendapat pencerahan baru.

“Sebenarnya ada satu lagi misteri dari Badminton, yang tidak diketahui oleh banyak orang, karena orang-orang hanya menganggap isu tersebut sebagai lelucon.”

“Apa itu Pak!” Radja langsung berdiri dari kursinya karena ia juga belum mengetahui kalau ada pengetahuan lain terkait badminton yang sangat disukainya itu.

“Battledore.”

“Maksud bapak Battledore and shuttlecock? Bukankah itu hanya nama lain dari badminton?”

“Radja, itu memang benar, tapi penyebutan Battledore jarang digunakan, lalu ada misteri sendiri dari nama battledore itu. Kau taukan, badminton mulai terkenal di inggris, namun pada saat itu hanya anak-anak yang suka memainkannya. Mereka belum menggunakan raket yang sekarang ini, tapi benda seadanya seperti papan tipis atau sandal mereka. Isu ini mulai berkembang dari anak-anak tersebut. Ada yang mengatakan kalau anak-anak tersebut tapi sangat menikmati permainan itu tapi orang dewasa tidak bisa karena mereka bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat atau dirasakan orang dewasa. mereka berlari seolah tidak pernah lelah, mereka memegang raket seolah memegang pedang, dan melihat kok yang datang seperti peluru atau anak panah yang datang, bagi mereka itu seperti permainan perang-perangan. Intinya hanya anak-anak tersebut yang bisa melihat apa yang terjadi.”

Jelas pak Parman panjang lebar. Namun reaksi Radja malah terkesan meremehkan dan tidak percaya, Sebaliknya Jaka terlihat sangat terkesan dengan penjelasan tersebut.

“Ah, kukira apa, itu hanya akal-akalan bapak saja.” Seru Gempa yang sedari tadi duduk risih disamping Radja.

“Begitu rupanya.”

Jaka seperti memikirkan sesuatu sambil menatap langit.

“Hah..waktu bapak sudah terbuang percuma dan cuma itu yang saya dapatkan, kalau begitu kita mulai saja pelajaran sejarahnya. Hari ini kita akan belajar sejarah kemerdekaan Indonesia.”

Hari ini pelajaran berakhir dengan membosankan seperti biasanya. Banyak anak yang kembali kealam mimpinya, banyak juga terdengar sibuk ngobrol dibelakang. Obrolannya tidak jauh dari sinetron semalam yang ditayangkan di acara tv local, Sementara itu, Aki Radja sudah berpikir untuk mendirikan klub badminton disekolah ini, meski ia tahu kalau itu tidak mudah, ia meletakan harapannya pada anak aneh itu. Walau aneh tapi KAZE bisa bermain badminton.
 Meski begitu pak Parman hanya bisa mendengus panjang dengan tatapan ikan mati sambil memikirkan gajinya yang tidak pernah bertambah.




 -------------------------------JEFF[D]KID------------------------------

No comments:

Post a Comment