Point 00-00 : Sebuah Prolog
Aku sebenarnya sedikit bingung
bagaimana menjelaskan semua ini.
Ini adalah sesuatu yang diluar
logika, diluar yang bisa diterima akal manusia namun ini adalah kenyataan.
Ini seperti legenda-legenda yang
muncul di cerita-cerita dongeng Pada Zaman Dahulu.
Ini memang tidak seperti kisah
bagaimana terbentuknya pulau samosir, mungkin lebih mirip dengan cerita
bagaimana cara tersangkutnya bahtera nabi nuh atau luapan mata air zamzam hanya
dari tendangan lemah seorang bayi.
Adalah sebuah legenda yang
benar-benar terjadi dimasa lalu, namun butuh penelitian yang sangat mendalam
atau keyakinan yang sangat tinggi untuk membenarkan legenda itu.
Legenda yang menceritakan
asal-muasal sesuatu benda atau kegiatan yang kita lakukan sekarang. Iya persis
seperti itu.
Namun legenda ini sedikit berbeda,
karena legenda ini hanya bisa dibuktikan oleh orang-orang tertentu saja-yaitu
oleh anak kecil.
Ada yang mengatakan kalau hanya
anak kecil yang bisa melihat hantu karena itu mereka menangis tanpa sebab yang
jelas. Alasan kenapa para anak kecil itu terlihat begitu bahagia ketika mereka
saling beradu pedang kayu yang dipungut dijalan. Mungkinkah mereka benar-benar
beradu pedang, meski itu hanya ada dalam pikiran dan pandangan mereka.
Legenda yang akan kuceritakan kali
ini adalah tentang sepasang peralatan olahraga-apa alat olahraga juga punya
legenda? Tentu saja.
Alat yang satunya adalah sebuah
gagang panjang sekitar lengan, ujung kepalanya oval. Meski ada senar disitu
tapi itu tidak bisa berbunyi merdu seperti gitar pada umumnya. Sementa benda
yang satunya lebih kecil seukuran genggam. Kepalanya mulus dan lembut, kemudian
dari pangkal leher sampai buntut dirajut oleh bulu-bulu yang indah dan tampak
kuat. Sekilas mirip seperti anak angsa tapi tidak berparuh.
[Raket dan Kok]
Sepasang benda tersebut adalah alat
yang digunakan dalam permainan olahraga Badminton atau lebih akrab disebut
bulutangkis. Tahukah kau badminton memiliki sebutan lain, badminton Pada Zaman
Dahulu atau pada mulanya lebih dikenal dengan nama
[Battledore]
Legenda ini dimulai kembali ketika
seorang anak sma bermimpi. Maksudnya benar-benar bermimpi dikelas.
“Hore…Hore…”
“INDONESIA!.”
~Prok! Prok! Prok!~
“INDONESIA!”
~Prok! Prok! Prok!~
Suara teriakan dan tepuk tangan
menggema dari seluruh penjuru. Kemudian Pak Presiden datang menghampiri anak itu dengan membawa
sesuatu yang berilau seperti emas. Itu adalah piala dan piagam emas hadiah atas
kemenangan yang didapatnya.
“Selamat ya cah bagus, kamu memang
berbakat. Semoga selanjutnya kamu bisa mengangkat nama Indonesia di kancah
internasional.”
“Terimakasih Pak!” ucap bocah
tersebut dengan penuh rasa gembira lalu dia berdecak pinggang diatas panggung
dan tertawa penuh kemenangan.
“HAHAHAHA! AKU MENANG!! HAHAHA…”
“RADJA!RADJA!” sorak penonton
bergemuruh
“Iya, aku adalah raja bulutangkis!”
Ucap bocah itu diringi air yang
menetes menyamping dari mulutnya ke meja.
“Radja, lihat pak guru datang. Bangunlah, kau sedang
ngelindur.”
Tegur Gempa, teman baiknya yang
baru saja dikenalnya seminggu lalu saat Mos.
~usap-usap~
“Mm.. maaf aku ketiduran.” Guman kira dengan
setengah sadar ia bangkit dari mimpinya.
Suara dari teman sebangkunya itu
akhirnya membangunkan raja dari tidur siangnya . sekarang memang jam terakhir
pelajaran. Jam segini memang suasana yang pas untuk tidur siang ditambah angin
yang sepoi-sepoi dari fentilasi udara kelas ini. Meski tidak ada ac tapi udara
didaerah ini cukup sejuk, meski cuaca sedang terik.
Cuaca yang bagus bukan satu-satunya
alasan anak ini tertidur dengan pulasnya dikelas, kalau dilihat wajahnya dengan
lebih teliti sebelum ia tertidur. Ia pasti terlihat kelelahan. Entahlah apa
yang sudah terjadi, tapi siapa yang tau kalau ia sedang berlajar keras semalam
atau menonton bola disudut ruangan sampai larut malam.
“Selamat siang anak-anak!”
“Siang, pak!”
Seorang laki-laki paruh baya masuk
kedalam kelas 1-b, dia adalah guru sejarah di sma 1 Sahang. Namun ada yang aneh
dari penampilan fisiknya. Selain mukanya yang agak seram tanpa ekspresi itu,
pak guru parman tidak memiliki tangan kanan alias buntung. Meski begitu dia
tetap mengajar dengan baik.
Melihat banyak siswa yang masih
tidur seenaknya, dan masih ada yang belum masuk ke kelas meski bel sudah
berbunyi, membuat pak parman hanya bisa menghembuskan nafasnya.
“Tolong bangunkan teman kalian yang
masih tidur, dan suruh teman kalian diluar cepat masuk. Pelajaran sejarah akan
segera dimulai.”
Semua anak yang tidur sudah
dibangunkan dan anak-anak yang masih
dikantin dan sebagainya sudah disuruh masuk.
“Baiklah, semuanya sudah masuk.
Pelajaran bisa dimulai?”
“Belum pak, masih ada satu anak
lagi.”
Seorang anak mengangkat tangan dan menunjuk
bangku yang masih kosong di pojok samping paling belakang .
“Bocah itu lagi! Sudahlah aku tidak peduli, kita
mulai saja pelajarannya.”
“Apa yang dilakukannya, apa dia masih berlatih
selama jam istirahat makan, sialan… aku tidak boleh kalah!”
Radja menggerutu dalam hatinya.
~krekkk~
Saat pak Parman ingin meneruskan
omongannya yang terdengar memelas itu, tiba-tiba ada bunyi pintu bergeser. Seorang
siswa berpakaian kurang rapi langsung nyelonong saja melewati semuanya dan
langsung duduk disinggasananya di bangku kosong di paling belakang.
Anak itu terlihat tidak peduli
dengan kelas dan seiisinya, tapi dia duduk dengan tenang.
Penampilan siswa ini memang agak
berantakan, rambutnya mengkriting, matanya memalas, sementara bajunya sedikit
keluar dan dasinya juga tidak dipakai dengan benar.
Bukan posisi dasinya yang miring
atau simpul dasinya yang seperti jajar genjang, hanya saja letaknya dan
fungsinya yang salah, dasi itu berubah fungsi jadi sarung tangan yang melilit
tangannya. tapi yang lebih aneh dari
semuanya dia membawa 2 benda panjang dengan sarung di punggungnya.
Dia memasangnya seperti 2 buah
pedang bersilangan yang siap dicabut kapan saja.
“Silahkan mulai pak.”
Ucap siswa yang baru datang itu dengan tampang
polos seolah tanpa dosa.
“Tentu saja.”
Pak Parman mengatakan itu dengan
santai meski mukanya terlihat agak kesal. Terlebih lagi ia merasa risih dengan
sesuatu yang dibawa Jaka.
“Nak jaka, aku tidak peduli kau mau
masuk ke kelas atau tidak, tapi apa yang kau bawa itu.”
“Kau harusnya peduli tentang hal
itu.”
Timpal Aki Radja, tapi suaranya
ditahan didalam perutnya
“Oh, ini raket pak. Masa bapak
tidak tau.”
Semua orang juga tau itu raket,
kali ini Radja mengomentari anak aneh itu
“Aku tau, tapi kenapa kau membawa
raket padahal tadi tidak ada jam olahraga.”
“Saya tidak bisa meninggalkan angin dan malam pak.”
“Angin dan malam? Maksudmu kedua benda itu.”
“Ya, pak!”
“Hahh…”
Mendengar jawaban yang tidak jelas,
lagi-lagi pak Parman hanya bisa mendengus pasrah. Sementara semua siswa juga dibuat
terheran kecuali Aki Radja yang sudah menjadi kawan lamanya dan satu-satunya.
Aki Radja dan Jaka Seroja adalah
teman akrab saat SD namun mereka berbeda sekolah saat SMP. Jaka tidak mau memanggil Aki Radja dengan
nama aslinya, tapi dengan kode name yang dibuatnya yaitu Kira, sebagai gantinya
ia meminta Aki Radja memanggilnya dengan sebutan Kaze.
Misalkan Kaze menjawab membawa
raket untuk latihan atau semacamnya yang terdengar lebih masuk akal mungkin itu
lebih baik. Namun Pak parman yang sudah terkenal dengan manusia super sabar ini
tidak marah, malah terkesan tidak peduli, mungkin dia memang manusia super
acuh. Setelah beberapa detik tersenyum masam,Pak Parman memandang kearah Jaka
dengan tatapan serius.
“Jaka, apa kau tau sejarah
permainan bulu tangkis favoritmu itu”.
“Tidak.”
Jaka mengatakannya dengan polos
tapi ada rasa penasaran dimatanya.
“Bodoh sekali, padahal dia suka
bulu tangkis sama sepertiku, tapi dia tidak tau sama sekali sejarahnya.”
Gerutu Radja dalam hatinya lagi.
Pak Parman hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu melanjutkan perkataannya.
“Ada banyak kisah dibalik sejarah
terciptanya permainan bulu tangkis atau disebut juga badminton tersebut, Badminton ditemukan paling awal sekitar 2000 tahun
lalu di mesir peradaban mesir kuno, kemudian mulai menyebar ke seluruh dunia,
namun permainan tersebut mulai terkenal di inggis. Meski begitu masih banyak
misteri yang belum terpecahkan, seperti kenapa raket tersebut menggunakan senar
dan kenapa di kok terdapat bulu angsa yang menancap. ”
Radja mengangguk-ngangguk mendengar penjelasan
tersebut tanda dia sudah tau, tapi Jaka hanya melongo tak berkedip seperti
mendapat pencerahan baru.
“Sebenarnya ada satu lagi misteri
dari Badminton, yang tidak diketahui oleh banyak orang, karena orang-orang
hanya menganggap isu tersebut sebagai lelucon.”
“Apa itu Pak!” Radja langsung
berdiri dari kursinya karena ia juga belum mengetahui kalau ada pengetahuan
lain terkait badminton yang sangat disukainya itu.
“Battledore.”
“Maksud bapak Battledore and
shuttlecock? Bukankah itu hanya nama lain dari badminton?”
“Radja, itu memang benar, tapi
penyebutan Battledore jarang digunakan, lalu ada misteri sendiri dari nama
battledore itu. Kau taukan, badminton mulai terkenal di inggris, namun pada
saat itu hanya anak-anak yang suka memainkannya. Mereka belum menggunakan raket
yang sekarang ini, tapi benda seadanya seperti papan tipis atau sandal mereka.
Isu ini mulai berkembang dari anak-anak tersebut. Ada yang mengatakan kalau
anak-anak tersebut tapi sangat menikmati permainan itu tapi orang dewasa tidak
bisa karena mereka bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat atau dirasakan
orang dewasa. mereka berlari seolah tidak pernah lelah, mereka memegang raket
seolah memegang pedang, dan melihat kok yang datang seperti peluru atau anak
panah yang datang, bagi mereka itu seperti permainan perang-perangan. Intinya
hanya anak-anak tersebut yang bisa melihat apa yang terjadi.”
Jelas pak Parman panjang lebar.
Namun reaksi Radja malah terkesan meremehkan dan tidak percaya, Sebaliknya Jaka
terlihat sangat terkesan dengan penjelasan tersebut.
“Ah, kukira apa, itu hanya
akal-akalan bapak saja.” Seru Gempa yang sedari tadi duduk risih disamping
Radja.
“Begitu rupanya.”
Jaka seperti memikirkan sesuatu
sambil menatap langit.
“Hah..waktu bapak sudah terbuang
percuma dan cuma itu yang saya dapatkan, kalau begitu kita mulai saja pelajaran
sejarahnya. Hari ini kita akan belajar sejarah kemerdekaan Indonesia.”
Hari ini pelajaran berakhir dengan
membosankan seperti biasanya. Banyak anak yang kembali kealam mimpinya, banyak
juga terdengar sibuk ngobrol dibelakang. Obrolannya tidak jauh dari sinetron
semalam yang ditayangkan di acara tv local, Sementara itu, Aki Radja sudah
berpikir untuk mendirikan klub badminton disekolah ini, meski ia tahu kalau itu
tidak mudah, ia meletakan harapannya pada anak aneh itu. Walau aneh tapi KAZE
bisa bermain badminton.
Meski begitu pak Parman hanya bisa mendengus
panjang dengan tatapan ikan mati sambil memikirkan gajinya yang tidak pernah
bertambah.
-------------------------------JEFF[D]KID------------------------------
No comments:
Post a Comment